JAKARTA Majalah Kontraktor – Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup
menyelenggarakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun guna memperoleh masukan dari
berbagai mitra terkait pengelolaan limbah B3 di Indonesia. Acara ini dipimpin
oleh Deputi IV KLH Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah, Drs. Rasio
Ridho Sani, M.Com, MPM, dihadiri oleh perwakilan KADIN, Asosiasi Pengusaha
Limbah Indonesia, Asosiasi Cooper Slag Indonesia, Asosiasi Pulp dan Kertas
Indonesia, Asosiasi Semen Indonesia, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Asosiasi
Penyamakan Kulit, Asosiasi Besi dan Baja, Asosiasi Pertambangan Indonesia,
Asosiasi Petroleum Indonesia, Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Komite Penghapusan
Bensin Bertimbal (KPPB), dan ICEL.
Pertemuan ini
menindaklanjuti saran Menteri Hukum dan HAM terhadap Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah B3
yang telah dilakukan harmonisasi, KLH telah melakukan serangkaian penyempurnaan
RPP dimaksud. RPP ini terdiri dari 20 Bab, 258 pasal yang terdiri dari (1)
penetapan limbah B3, (2) pengurangan limbah B3, (3) penyimpanan limbah B3, (4)
pengumpulan limbah B3, (5) pengangkutan limbah B3, (6) pemanfaatan limbah B3,
(7) pengelolaan limbah B3, (8) penimbunan limbah B3, (9)dumping limbah B3, (10)
pengecualian limbah B3, (11) perpindahan lintas batas, (12) penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan fungsi lingkungan
hidup, (13) sistem tanggap darurat dalam pengelolaan limbah B3, (14) pembinaan,
(15) pengawasan, (16) pembiayaan, dan (17) sanksi administratif.
Perbedaan antara PP 18
Tahun 1999 jo PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun dengan yang RPP PLB3 baru ini adalah:
PP Lama
|
RPP Baru
|
|
|
Sesuai definisi pada
Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan,
merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Limbah
bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3. Sedangkan dumping (pembuangan) adalah
kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam
jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke
media lingkungan hidup tertentu.
Dalam sambutan
pembukaan, Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Deputi IV KLH mengatakan, “RPP
Pengelolaan Limbah B3 ini memperhatikan beberapa aspek yaitu meminimalkan
resiko limbah B3 terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, mempertimbangkan
aspek teknologi dan mengakomodir azas manfaat. RPP PLB3 ini legitimasi KLH
untuk mendorong proses penyusunan RPP dengan mengedepankan prinsip good
environmental governance yang melibatkan berbagai pihak. Selain itu, RPP ini
mendorong agar perizinan lebih baik dan terintegrasi sehingga memutuskan rantai
birokrasi yang panjang”.
Hierarki pengelolaan
limbah B3 diperlukan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi
sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi
pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi
kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah
B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3.
Pemanfaatan limbah B3
yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle),
dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai
penting dalam pengelolaan limbah B3. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 di
satu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3
juga dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan
baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya
alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari
limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola
secara khusus.
Kebijakan pengelolaan
limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk
hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan
benar. Oleh karena itu, maka semakin disadari perlunya Peraturan Pemerintah
tentang Pengelolaan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur keterkaitan setiap
simpul pengelolaan limbah B3.
Dumping limbah ke darat
maupun ke laut merupakan alternatif paling akhir dalam pengelolaan limbah,
termasuk dumping beberapa jenis limbah B3 yang dilakukan pengolahan sebelumnya.
Pembatasan jenis limbah B3 yang dapat dilakukan dumping ke laut dimaksudkan
untuk melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah
dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Untuk itu, dumping limbah
ke laut hanya dapat dilakukan apabila suatu limbah dihasilkan dari kegiatan di
laut dan tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan
lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi. Dumping limbah wajib memenuhi
persyaratan jenis dan kualitas limbah serta lokasi sehingga dumping tidak akan
menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan
lingkungan hidup.
( Mk-011 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar